Hujan yang Menyenangkan (Bag.3)
Wahyu dan Ulul tertawa terpingkal saat berdiri di tepi sawah yang baru ditanami padi. Sasa mengernyitkan dahi ketika melihat sesuatu yang dipegang keduanya. Benda itu berwarna hijau, bentuknya sedikit memanjang. Ternyata yang mereka pegang adalah tumbuhan padi muda. Kenakalan yang diperbuat mereka, membuat Sasa geleng-geleng kepala.
"Ya Allah Gusti. Ulul, Wahyu, kalian itu ya nggak pernah kapok. Berhentilah berulah. Kalau yang punya sawah tahu perbuatan kalian, bisa-bisa temanmu yang di sini juga ikut dimarahi," kata Sasa dengan kesal.
BACA JUGA: SWOT, Metode Analisa Diri dalam Workshop Pra-Lakmud
"Terserah kita, dong!. Bodo amat, ngapain mikirin pemilik sawah ini," balas Wahyu. Wahyu memang menjengkelkan. Di sisi lain, Wahyu pada dasarnya adalah anak yang baik. Namun, dia tiba-tiba bisa menjadi sosok yang menjengkelkan.
Semua anak perempuan menyoraki Wahyu. Di sana, Wahyu dengan percaya diri memamerkan senyum tak berdosa. Demikian pula dengan Ulul, kedua tangannya diletakkan pada kedua pinggangnya. Tak lupa dia juga membusungkan dada seraya tertawa dengan mimik wajah yang aneh.
"Huuuuuu.. Sukurin, kamu dimarahin Sasa," teriak Meila.
"Kalian diam atau kulempar tanah?" ancam Wahyu sambil menggenggam tanah yang sudah dibentukanya menjadi rupa bulatan. Wahyu mengangkat tangannya, mengambil ancang-ancang bersiap membidik targetnya.
Sejurus kami sigap berlari menjauh. Wahyu, Ulul, dan Iqbal, mengejar satu persatu anak perempuan. Wajah para anak lelaki itu sengaja dibuat sangar agar anak-anak perempuan takut. Bukannya takut, anak-anak perempuan itu malah mengejek dan menertawai. Lemparan demi lemparan tanah lumpur. Suasana menjadi riang diselingi gelak tawa yang membahana ke angkasa. Mereka saling membalas lemparan sehingga tubuh mereka dipenuhi lumpur. Tadinya mereka saling ejek, sekarang kembali berbaikan.
Hujan mereda, kenangan yang sekilas menyembul di pikiran Sasa pun berhenti. Langkahnya pula berhenti, Sasa sudah sampai di sawah Bapaknya. Samar terlihat dari balik sayunya kabut tipis, seorang lelaki tua sedang beristirahat di dalam gubuk. Sasa menghampiri Bapaknya, menyerahkan rantang di tangannya. Bapaknya mengucapkan terima kasih kemudian mengajak Sasa untuk makan bersama.
Lelaki tua itu memandangi anaknya dengan tatapan hangat dan teduh. "Ya Allah, nduk. Kamu kok bisa basah banget gini. Kenapa kok nggak bawa payung?" kata Bapaknya. Disekanya rambut basah milik Sasa dengan tangan besar penuh keriput itu.
Sasa merapikan beberapa helai rambut yang mengganggu matanya. Sasa menggeleng pelan kemudian menampilkan senyum manis. "Nggak apa-apa, Pak. Ini kewajibannya Sasa untuk berbakti kepada orangtua. Ini juga sebagai wujud terima kasih dari Sasa karena Bapak sudah berjuang untuk menghidupi Sasa, adik, dan Ibu," kata Sasa. Ada air mata yang mengumpul dan terbendung di sisi mata Bapaknya.
BERSAMBUNG.....
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Hujan yang Menyenangkan (Bagian 1)
Sebuah cerpen dari Salwaa Naura Seorang anak gadis terlihat sedang menyusuri jalan setapak menuju sawah yang terletak di dekat delta kecil sebuah sungai. Hati-hati gadis itu berjalan m
Kumpulan Lirik Lagu Wisuda ke-20 Mamuba
Mamuba.sch.id. Wisuda para siswa Madrasah Aliyah Matholiul Ulum Banajaragung dilaksanakan Rabu (17/5) pagi. Dalam acara tersebut terdapat sesi menyanyikan lagu tentang guru dan perpisah
Serangan 1 Maret 1949 dan Perjanjian Roem-Royen (bagian 2. Habis)
Mamuba.sch.id. Serangan umum 1 Maret 1949 membawa arti penting bagi posisi Indonesia di mata internasional. Selain membuktikan eksistensi TNI yang masih kuat, Indonesia memiliki posisi
Hujan yang Menyenangkan (Bag.2)
5 Tahun yang lalu.... "Sasa, ayo main hujan-hujanan di sawah! Kamu udah ditunggu teman-teman nih," teriak Lia, tetangga samping rumahnya. Sasa segera keluar dari rumahnya yang terlihat
Hujan yang Menyenangkan
Cerita Pendek dari Salwaa Naura Seorang anak gadis terlihat sedang menyusuri jalan setapak menuju sawah yang terletak di dekat delta kecil sebuah sungai. Hati-hati gadis itu berjalan m
Memoar, Berkenalan & Beradaptasi dengan Organisasi
Mamuba.sch.id. Memoar atau cerita-cerita yang berisi tentang kenangan yang berkesan mirip dengan autobiografi. Setiap orang memilikinya. Sayangnya, tidak banyak yang mau menceritakannya
Puisi Salwaa Naura
Udara yang Kita Hirup dan Angan yang Kita Impikan Sayup kerinduan hinggap di awang-awang Menembus cakrawala yang kian lama menjadi usang Rinai hujan sekejap menghilang Terga